Jangan Lupakan Sektor Pariwisata Sebagai Sumber PAD

Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi besar di Indonesia dengan luas wilayah 35.377,76 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 46.497.175 Juta Jiwa (Data SIAK Jawa Barat 2015). Setelah melewati berbagai dinamika, hingga terjadi pemekaran di beberapa wilayah sat ini terdapat 26 Kabupaten dan Kota, 625 Kecamatan serta 5.899 Desa atau kelurahan. Melihat data tersebut tentunya Jawa Barat memiliki banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan dari berbagai sektor.

Sudah tidak diragukan lagi provinsi yang terletak paling barat di Pulau Jawa, memiliki daya tarik tersendiri bagi siapapun (domestik maupun mancanegara) mengunjungi atau bahkan sekedar singgah belajar, mencari nafkah, namun akan terasa berat bagi mereka untuk meninggalkan tanah Parahyangan ini. Bayangkan saja betapa bahagianya di saat akhir pekan tiba, wajah-wajah para wisatawan lokal yang berdatangan ke berbagai lokasi wisata di Jawa Barat.

Sebagai contoh adalah wilayah pusat di Jawa Barat seperti Kota Bandung, kota yang memiliki potensi ekonomi terutama dari sektor pariwisata mulai dari pakaian dan kuliner. Kemudian Kabupaten Bandung Barat yang terkenal dengan wilayah sejuknya seperti Cikole, Cihideung, dan sebagainya. Di sebelah selatan Kota Bandung adalah wilayah Kabupaten Bandung, yang juga terkenal dengan berbagai obyek wisata, mulai dari kuliner hingga agrowisata.

Wilayah-wilayah tersebut hanyalah wilayah yang secara georgafiberada di pusat Jawa Barat, namun jika dipaparkan berdasarkan wilayah Jawa Barat utara, selatan, barat dan timur, obyek wisata yang dimiliki berjumlah ratusan bahkan lebih. Jadi obyek wisata di Jawa Barat bukan Gunung Tangkuban Perahu, Pantai Bayah, Pantai Ujung Genteng, Pantai Pangandaran, Pantai Batu Karas, ataupun Pantai Ranca Buaya dan Pantai Santolo, melainkan banyak ‘spot’ (titik) wisata yang indah, asri, dan memiliki nilai ekonomi di sektor pariwisata.

Lagi pula jangan memandang sempit kepariwisataan, karena bukan melingkupi obyek wisata alam saja, jangan lupakan kekayaan kuliner, kesenian, arsitektur prasejarah, sejarah bahkan kontemporer, yang memiliki daya tarik bagi parawisatawan untuk berkunjung dan berlama-lama di Jawa Barat.

Berdasarkan data Jawa Barat memiliki  kurang lebih 350 obyek wisata. Bahkan setiap obyek wisata memiliki lebih dari satu potensi, yakni sumber daya alam mulai dari gunung, rimba, laut, air, pantai dan seni budaya. Kelima potensi alam dan  satu hasil budaya (kearifan lokal) menjadi inti bisnis pariwisata di Jawa Barat. Melalui kelima tersebut sudah seharusnya, Pendapatan Asli Daerah pun bertambah mulai dari retribusi,  dan pajak  restoran, hotel, dan fasilitasn penunjang lainnya.

Namun apa sih Pariwisata itu? Dan tentunya apabila dihubungkan dengan nilai ekonomi sudah tentu membicarakan uang, penghasil uang alias industri. Jadi Pariwisata sebagai industri adalah sesuatu yang harus digali oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Wisata memiliki banyak definisi, menurut Richard Sihite dalam Marpaung dan Bahar (2000:46-47) menjelaskan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Berbeda dengan H. Kodhyat (1983:4) pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Sementara ndapat yang dikemukakan oleh Yoeti, (1991:103), pariwisata berasal dari dua kata, yakni Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata ”travel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu, maka kata ”Pariwisata” dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Tour”.

Dari ketiga definisi para ahli tersebut dapat diambil satu benang merah, yakni perpindahan individu ataupun kelompok manusia dari satu daerah ke daerah yang untuk mendapatkan kepuasan lahir maupun batin.

Sementara secara industri, Pemerintah Republik Indonesia telah merumuskan secara jelas melalui Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang menyebutkan bahwa Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Atau jika dilihat dari UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada Pasal 1 ayat/butir 9 disebutkan Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Dari definisi di atas penyelenggaraan pariwisata dapat diartikan sebagai komponen-komponen yang menunjang sebuah obyek wisata mulai dari industri kerajinan, perhotelan, angkutan dan lain sebagainya. Sehingga dari penjelasan tersebut sudah semakin terlihat potensi Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata, melalui retribusi dan pajak.

 

Pemerintah Daerah semakin memiliki kebebasan untuk mengolah berbagai potensi daerahnya termasuk salah satunya obyek dan daya tarik wisata. Kebebasan tersebut tiada lain adalah dengan jaminan yang diberikan Pemerintah Pusat melalui Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Pemeritahan Daerah, dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari kedua UU tersebut Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, lugas dan bertanggung jawab.