Menuju Layanan Pajak Digital Mumpuni

Apa benda yang saking seringnya digunakan, boleh jadi lebih dekat dibandingkan anak dan istri kita? Siapakah yang sudah terbiasa sebelum tidur dan pertama tidur langsung menyentuh layar sentuh?

Kiranya, pada hari ini, benda yang lebih dekat dan lekat itu antara lain komputer sabak dan ponsel cerdas. Keduanya boleh jadi disentuh lebih intens dibandingkan kita berhubungan dengan keluarga dekat kita!

Inilah yang membuat sejumlah kosakata menjadi istilah anyar yang jadi keseharian kebanyakan dari kita. Siapa yang tahu istilah berikut ini sepuluh tahun lalu: Selfie, Tongsis, Mention, Aplikasi, Follower, dst.

Betapa perubahan pun terjadi manakala berkerumun depan gang sambil gitar-gitar sudah terasa kunonya. Sekarang sosialisasi adalah masuk grup chatting atau grup media sosial, untuk kemudian bertutur dan berbagi banyak hal.

Inilah era teknologi informasi. Zaman dimana seluruh interaksi diawali, dijalankan, bahkan diakhiri dengan pemrosesan data digital yang dijalankan oleh berbagai perangkat elektronik modern yang cerdas.

Inilah tahun-tahun dimana masyarakat yang mobilitasnya terus meninggi, membuat mereka pun bertumpu kepada perangkat berbasis teknologi informasi dan internet, sehingga bisa berlaku “Any Time, Any Where, dan Any Device”.

Termasuk tuntutan ini mulai berkembang kepada interaksi pemerintah dengan masyarakat. Layanan sektor pajak, tentu saja termasuk salah satu layanan yang diharapkan bisa mengakomodir peningkatan mobilitas masyarakat ini.

Secara prinsip, sebagaimana digambarkan United Nation For Public Adminstration Network (UNPAN), interaksi kepentingan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah memiliki irisan lebih tajam.

Jika sebelumnya hanya pemerintah, bisnis, dan masyarakat secara mandiri, maka selanjutnya beririsan menjadi e-government, e-business, dan e-society. Alias seluruhnya telah terhubung secara digital.

Menariknya, jika berkaca di negara maju, irisan hubungan ini selanjutnya menunjukkan, terdapat hubungan sosial antara moralitas pajak-persepsi warga terhadap isu-isu pajak dan persepsi kualitas belanja sosial.

Artinya, sebagaiman ditegaskan dalam riset OECD/CEPAL,2011), pelayanan perpajakan yang lebih baik dan mampu mengakomodir mobilitas masyarakat tadi, membuat masyarakat pun lebih bersedia membayar pajak mereka.

Otomatis, di sisi lain, instansi terkait perpajakan semacam Dinas Pendapatan Provinsi Jabar pun harus bekerja dan memberikan layanan paling mutahir bagi seluruh pemangku kepetingan di dalamnya.

Terutama adalah bagaimana bisa menciptakan empat layanan primer dari e-government sektor perpajakan, yakni eksistensi digital (e-presence), pendaftaran online (e-registration), pembayaran (e-billing) dan pelaporan (e-filling).

Jika empat yang utama di atas ini sudah terpenuhi, selanjutnya adalah menghadirkan tahap lima yaitu layanan perpajakan online dengan data terintegrasi yang dapat dilakukan Any Where, Any Time, dan Any Device tadi atau istilah lainnya adalah Seamless Integration and Linkage.

Secara simultan, lima tahap ini tercakup dalam tiga fase perkembangan. Yakni C-government, e-government, dan terakhir u-government. C-government hanya bertumpu proses birokrasi, waktunya pun jam kerja biasa alias 5 hari/minggu.

E-goverment, sebagaimana kita bahas sekarang, lebih luas dengan alokasi waktu kerja bisa sampai 24 jam dalam tujuh hari. Fase paling paripurna, yakni u-government/ubiquitos goverment adalah yang sudah mampu menyediakan layanan Seamless Integration and Linkage tersebut.

Ubiquitous arti umumnya adalah bisa hadir dimana saja. “Existing or being everywhere, especially at the same time; omnipresent”. Jadi, prinsip operasional, jam layanan, tempat, dan metodenya sudah terintegrasi dan lebih memudahkan masyarakat.

Jika tahap kelima dan fase ketiga ini sudah dilakukan, maka bukan hanya wajib pajak diuntungkan. Aparat pun akan bisa menangkis sorotan publik akan isu inefisiensi sekaligus transparansi dan akuntabilitas perpajakan.

Maka itu, adalah tugas kita bersama bagaimana terus meningkatkan raihan tahap dan fase penerapan pemerintahan digital ini. Bagaimana penerapkan digitalisasi ini bisa benar-benar menyatukan irisan e-government, e-business, dan e-society tadi.

Beban dan kewajiban kita bersama dalam menciptakan satu sistem administrasi perpajakan yang mudah, praktis, dan efektif berbasis IT, sehingga masyarakat bisa mengaksesnya secara any where, any time, any device. Bagi mereka yang berharap layanan pajak mumpuni, mari kita sama-sama wujudkan! ***