Mendamba yang Ideal untuk Kemajuan Bersama

Kita tak bisa memungkiri betapa banyak ketidaksempurnaan di dunia ini –sesuai dengan fitrah diri sebagai manusia. Harapan dengan apa yang ada di lapangan, kerap berbeda jauh, sehingga target yang dibidik pun kerap melenceng. 
Terlebih kita hidup di Indonesia yang terus berbenah, yang justru menyajikan ketidaksempurnaan sebagai keseharian. Yang memperlihatkan betapa idealisme dan realitas kerap tak berjalan beriringan.
Imbasnya, memang pencapaian dan laju kemapanan tak mudah diperoleh bangsa ini. Sekiranya ada, belum tentu bisa memberikan solusi pada semua sektor. Parsial, kepingan, belum seluruhnya bisa langsung rasakan efeknya.
Situasi semacam ini ditemui institusi perpajakan. Baik di tingkat nasional, provinsi, hingga kota/kabupaten. Kita ambil contohnya dari yang terbesar, sehingga ilustrasi ini bisa menjadi gambaran makro bagi perangkat di bawahnya.
Kita ketahui bersama, anggaran bagi pengumpul anggaran ini tak pernah benar-benar ideal. Yang terjadi kemudian adalah petugas harus selalu kreatif karena capaian target biasanya tidak pernah mau tahu kesulitan.
Jika anggaran diumpamakan alat pancing, alat sekarang mungkin masih amatiran, bukan alat pancing profesional yang selain praktis dan modern, juga bisa memancing ikan besar.
Keterbatasan anggaran membuat “tali” pancing mudah sekali putus, gagangnya pun bisa patah kapanpun. Jangankan menangkap ikan sebesar paus, mencari yang kecil-kecil pun butuh waktu tidak sebentar.
Selanjutnya tentang sumber daya manusia. Yang ideal adalah perlunya jumlah pegawai yang bukan hanya cukup, tapi juga cakap bekerja. Jadi, dari sisi kuantitas maupun kualitas sama baiknya.
Disinilah perlu kewenangan yang lebih bagi otoritas pajak untuk dapat menerapkan manajemen SDM modern, yang bisa mendapatkan pegawai yang cukup sekaligus cakap, sehingga penerimaan pajak bisa terus naik.
Kemudian soal teknologi. Benar memang perpajakan di Indonesia terus berbenah di semua sektor berkat sokongan teknologi. Akan tetapi, sifatnya masih dalam kerangka pembenahan internal dan layanan lebih baik.
Teknologi di sini, yang dibutuhkan guna mewujudkan keidealan tadi, adalah hadirnya perangkat yang mampu kian memunculkan potensi pendapatan. Siapapun tak bisa berkelit.
Ambil ilustrasi KPK yang terus bisa meraih simpati publik karena salah satunya sering berhasil melakukan operasi tangkap tangan berkat teknologi penyadapan yang canggih, modern, dan sesuai hukum.
Dengan masih banyaknya potensi pajak di negeri ini yang cenderung menyembunyikan asetnya, padahal kemiskinan terus terjadi, maka teknologi optimalisasi selayaknya didahulukan.
Akar seluruhnya, antara lain memang terkait institusi bentuk legal institusi pajak di negeri ini. Jika dibandingkan banyak negara maju, persoalan-persoalan yang muncul tadi banyak disebabkan persoalan bentuk.
Di Amerika Serikat, IRS adalah institusi perpajakan yang independen dan tak terkait lembaga manapun, sehingga mereka benar-benar leluasa dalam mengelola anggaran, gaji, hingga penerimaan pegawai.
Bahkan di Malaysia (yang penerimaan pajaknya “hanya” Rp350 triliun per tahun, bandingkan dengan Indonesia Rp1.148 triliun tahun 2013), kemandirian organisasi ini sudah diperoleh.
Imbasnya memang biaya pemungutan dapat lebih mudah disesuaikan. Bahkan untuk proses rekrutmen, instansi di Amerika Serikat bisa kapanpun menarik kalangan profesional sekalipun dari Big Four (perusahaan paling oke).
Nah, tulisan ini bukan pula menginginkan kebebasan keleluasan sefleksibel itu.
Bagaiamanapun, bentuk yang ada sekarang masih yang terbaik jika melihat berbagai konstelasi yang ada.
Baik dinas ataupun dirjen perpajakan merupakan form yang masih baik dan harmonis dengan sekitarnya. Akan tetapi, perkembangan zaman membuat penyempurnaan organisasi harus terus dilakukan.
Berbagai target perpajakan yang ingin dicapai dan tak pernah surut membuat bentuk ideal organisasi harus terus diusahakan. Bahwa untuk mencapai tuntutan terus meninggi, sewajarnya diberikan alat tempur lebih mapan.
Maka itu, ekspektasi peningkatan teknologi, anggaran, dan sumber daya manusia, harus dimaknai sebagai upaya meraih tujuan dan target yang lebih besar bagi bangsa maupun masyarakat di Indonesia.
Bukan manja, apalagi bermental penyerah, bentuk ideal organisasi institusi perpajakan sejatinya adalah cara yang wajar nan logis dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. (**)