Menjaga dan Menenangkan Diri Melalui TIK

Belakangan ini, terutama setelah mencuat kasus Gayus Tambunan, kita melihat banyak pembenahan dilakukan institusi perpajakan. Bukan sekedar pencitraan, sebab hasil  pembenahan riil ini di lapangan pun dapat dirasakan.

Sekalipun belum sempurna, itikad baik ini telah muncul.  Sebab, semua orang menjadi tahu, bahwa ketenangan hidup hanyalah diperoleh dari kejujuran. Sekalinya sudah terjerumus, maka rasa gusar, malu bahkan memberontak, terus bergelora dalam dirinya, sehingga sulit kedamaian jiwa didapatkan.

Rasanya kita pun jadi sepakat bahwa kasus kebocoran anggaran adalah virus berbahaya yang kian sering ditemukan di Zamrud Khatulistiwa ini. Otomatis, ancaman ketenangan hidup bagi banyak orang pun sebetulnya ada di sekeliling kita.

Terutama bagi yang tak mampu menjaga integritas dirinya.
Transparency International (TI) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran tingkat korupsi global. Dua tahun lalu, skor Indonesia adalah 32, berada pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi kecurangan yang sudah mengakar.

Di sisi lain, kita semua sepakat, pajak  adalah sektor yang paling banyak menghasilkan pundi-pundi devisa negara. Dengan situasi ini, secara paralel juga terdapat berbagai resiko dan ancaman terkait prilaku tadi di sektor ini.

Maka dari itu, dibutuhkan fasilitas atau infrastruktur untuk mengontrol dan mengawasi pengelolaan uang negara dan administrasi publik. Dan, salah satu fasilitas itu bernama teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

TIK yang diterapkan dalam perpajakan jelas akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang meningkat dari sebelumnya. Prinsip aplikasinya yang mudah dikomodifikasi (simpan, lacak, dan telusuri data) pastinya memudahkan penelusuran banyak hal.

Asistansi TIK dapat mengoleksi dan menyimpan semua dokumen dalam bentuk digital serta dapat merekam jejak audit setiap kegiatan yang dilakukan secara lengkap, sehingga memberikan kesempatan masyarakat melihat detail dan menilai semua yang dilakukan pengelola pemerintahan.

Semua bentuk digital dan rekam jejak tersebut setidaknya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari aparat. Hal ini pada akhirnya dapat membuat orang akan berpikir lagi untuk berbuat curang.

Di sini, kita melihat adanya prinsip TIK sebagai media yang bisa memberikan kontribusi berupa informasi dan alur informasi yang terekam jelas, sehingga bisa meminimalisir praktek kotor korporasi.

Singkatnya, pengelolaan menjadi lebih terorganisir dan diproyeksikan nilai hasil pajaknya akan berbanding lurus dengan pembangunan yang diterima oleh masyarakat.

Dalam berbagai sektor lain di negeri ini, TIK sudah terbukti mampu menghidupkan suasana transparansi, akuntabilitas dan etika antikorupsi. Apalagi jika sampai melibatkan publik sebagai pengawas aktivitas lembaga tersebut.

Melalui transparansi, maka dapat  meningkatkan tingkat pelayanan yang signifikan terhadap publik secara familiar dan dengan sistem administrasi yang teratur dan terukur.

Pada akhirnya, seluruh rangkaian proses ini menegaskan bahwa data dan informasi yang akurat plus alurnya tercatat dengan baik melalui media TIK, bisa menjadi amunisi hebat dalam melawan dan menekan angka korupsi di Indonesia. Semoga. (***)